"Indonesia Tanpa Pacaran" Mungkinkah?


Pacaran, siapa yang tak asing mendengar kata ini? dari yang tua sampai anak-anak pasti mengetahui, walau belum tentu memahami. Pacaran merupakan sebuah hubungan "spesial" antara seorang lelaki dan perempuan, yang biasanya terjadi di kalangan orang yang beranjak dewasa atau fase remaja.
Banyak orang yang begitu kontra terhadap kata "pacaran" ini. Namun, tak sedikit pula mereka yang menjalinnya. Orang-orang yang menentang pacaran beralasan bahwa pacaran merupakan suatu hubungan yang negatif. Melalui pacaran, tak sedikit anak perempuan yang merelakan segalanya atas nama "cinta".

Pacaran yang parah biasanya demi sang pacar, banyak anak lelaki yang rela menghabiskan dan mengorbankan banyak hal, seperti menghamburkan uang demi membelikan sesuatu yang disukai oleh sang kekasih, dan bahkan rela melakukan tindak kriminal demi memenuhi kebutuhan sang pacar. Semua itu mereka lakukan demi mendapatkan suatu kebahagiaan di dalam hati dan kehidupan remaja mereka.

Pacaran tak hanya memberikan kesenangan, tapi juga kekecewaan, kesedihan, dan kegalauan. Bahkan yang paling mencengangkan adalah ketika seseorang nekat mengakhiri hidupnya hanya karena diputuskan oleh kekasihnya. Selain itu, tidak adanya batasan atau dalam istilah Islam perzinahan, baik itu zina pandangan, tangan, atau zina hati dan pikiran, yang terjadi di antara dua orang yang sedang berpacaran.

Ini merupakan alasan yang paling mudah dan paling sering didasarkan bagi seseorang untuk menentang hubungan berpacaran ini, oleh karena itu sudah jelas bahwa pacaran menurut islam itu adalah jangankan zina, mendekatinya saja sudah dilarang sebagaimana di dalam Alquran dikatakan, "Janganlah kalian mendekati zina...".

Oleh karena itu, banyak orang yang menentang "pacaran" ini. Begitulah pandangan orang-orang mengenai fenomena pacaran pada zaman ini. Adapun pada zaman dahulu, pacaran tidak semenyeramkan sekarang.

Pacaran sehat seperti jaman dahulu, dua orang manusia, lelaki dan perempuan, yang berstatus pacaran, mereka tidak berani sampai berkhalwat, bertemu, berjalan berduaan, karena rasa malu mereka yang masih besar dan karena mereka masih memegang batasan, entah itu batasan agama, ataupun batasan yang dibuat oleh adat setempat. Tentu saja, orang tua mereka tak pernah sampai melarang dengan keras untuk berpacaran, melainkan hanya sekedar mengingatkan mereka saja mengenai batasan tersebut.

Adapun pada masa kini, fenomena "Indonesia Tanpa Pacaran" yang hampir menjadi topik utama di kalangan remaja. Banyak yang kontra, tapi tak sedikit pula yang masih melakukan. Itu semua mereka dasarkan pada pengetahuan dan alasan-alasan mereka tersendiri. Saat ini mulai merebak fenomena "Indonesia Tanpa Pacaran" di kalangan para penentang.

Ini merupakan hal yang sangat positif. Dengan adanya hal tersebut, banyak remaja yang mulai meninggalkan pacarnya. Alasan meninggalkannya pun bermacam-macam. Yang paling banyak ialah karena terpengaruh oleh buku-buku atau quotes tentang negatifnya berpacaran.

Banyak istilah baru yang bermunculan. Beberapa di antaranya seperti "jomblo sampai halal", "no khalwat sebelum akad", "udah putusin aja!", "Putusin gak ya?!", "Jomblo Mulia", dan lain sebagainya.

Lupa Belajar


Sungguh luar biasa fenomena pacaran jaman now. Pro dan kontra yang begitu tampak hebat. Bagaimana tidak? Banyak buku yang sangat menjudge pacaran ini, namun, dilawan dengan banyaknya tontonan yang menyajikan fenomena pacaran jaman now. Apakah itu sebuah perang yang dahsyat akibatnya?

Sungguh miris. Yang terjadi adalah anak-anak sekolahan maupun mahasiswa, malah sibuk dalam fenomena ini. Mereka malah lupa pada tugas utamanya, yaitu belajar.

Sebagai bukti, jika kita menyaksikan pembicaraan, status, quotes, atau apa pun itu yang ada di media sosial seperti FB, BBM, Twitter, Instagram, dan lainnya, yang menjadi topik adalah "Cinta". Cinta adalah permasalahan yang ada  dalam fenomena pacaran ini.

Sangat jarang mereka yang memuat status seperti rumus Algoritma, GLBB, Anatomi Tubuh, Sejarah, atau materi-materi lain, sehingga mereka bisa pergunakan media sosial itu untuk berdiskusi mengenai pelajaran di kelas. Para pelajar seolah lupa pada statusnya sebagai pelajar. Seolah kehilangan jati dirinya.

Kembali pada fenomena "Indonesia Tanpa Pacaran". Memang ini amat bagus. Namun, ada satu hal yang menurut saya kurang tepat. Zina itu tidak hanya terjadi pada orang yang berpacaran.

Jika kita bandingkan antara dua orang yang berpacaran. Mereka menjalani pacaran tanpa khalwat, komunikasi lewat HP digunakan untuk saling mengingatkan, saling mengajak untuk ibadah, saling membantu dalam hal pelajaran. Kemudian, dua orang yang lain, mereka hanya berteman biasa. Namun, sikap mereka justru melakukan zina. Berteman tanpa batasan, bersentuhan tangan seenaknya, kumpul kebo, dan sebagainya. Maka, mana yang salah?

Bukan membela mereka yang berpacaran, tetapi pacaran hanya sebatas sebuah nama atau status. Yang menjadi permasalahan ialah sikap dan tingkah laku mendekati zinanya ini. Percuma tak pacaran, tapi sikap tak ada batasan, maka yang lebih tepat ialah "Indonesia Tanpa Perzinahan" atau "Indonesia dalam Batasan", atau apa pun istilahnya itu, karena alangkah keliru jika kita hanya sibuk menghakimi mereka yang berpacaran tetapi membiarkan mereka yang berteman tanpa batasan.

Adapun yang paling baik adalah kembali kepada status kita, kepada jati diri kita sebagai seorang pelajar. Tugas kita adalah belajar. Mencari ilmu dan pengetahuan. Jangan malah teralihkan oleh kesibukan atau fenomena-fenomena yang justru menghambat tugas dan tujuan kita. Fokuskan diri, hati, dan pikiran kita pada hal yang semestinya. Tinggalkan media-media yang meracuni kita. Kembalilah pada buku-buku bermanfaat, pelajaran-pelajaran, dan materi-materi pelajaran kita. Jangan menambah lelah kjnerja otak dan tubuhmu dengan hal yang belum saatnya dialami.

Demikian tulisan ini saya buat. Saran dan kritik membangun sangat saya tunggu. Semoga kita semua mendapat hidayah dan taufiq Allah agar selalu dalam ketaatan pada-Nya.

No comments:

Post a Comment

Artikel Populer