Kata kata MOVE ON belakangan ini banyak dibicarakan di twitterland maupun dinding facebook. Entah latah atau memang mengerti, banyak remaja yang ikut menyuarakan Move-On. Kalau diartikan secara harfiyah, move berarti pindah dan on berarti nyala. Jadi move-on berarti pindah nyala. Nggak pindah berarti mati.
Istilah Move On populer dipakai sebagai ucapan pendongrak semangat bagi mereka yang ditolak atau putus cinta. Tahu sendiri, orang yang baru putus cinta tanda-tanda kehidupannya mendadak meredup seperti orang mati suri. Hidup segan mati tak mau. Muncullah istilah penyemangat “Move On” yang menandakan hidup itu harus terus bergerak dan berlanjut. Seiring waktu, istilah Move On, dipakai secara umum untuk siapa saja yang mengalami kondisi down, mandeg, atau galau, terus memilih untuk bangkit dan bergerak biar tanda-tanda kehidupannya menyala kembali.
Remaja Wajib Move On
Sebagai remaja, wajib bagi kita untuk peka terhadap kondisi lingkungan sekitar, khususnya dunia anak muda karena setiap hari kalau kita menonton berita di TV atau membaca koran, potret buram remaja sering mengisi ruang headline media massa. Seperti kasus yang melibatkan seorang siswi SMP di Surabaya, menjadi mucikari bagi teman-teman sekolahnya.
Kita tak bisa menutup mata dengan potret buram remaja. Lantas, apa yang bisa kita lakukan? Hanya menikmati berita? Cukup bersikap prihatin dengan mengusap dada? Atau malah tak peduli karena tidak terjadi pada kita? Coba deh tanya pada diri sendiri. Apakah kita termasuk kelompok pemain, penonton, atau masyarakat luar dalam menyikapi kondisi lingkungan sekitar?
Jangan Asal Move On
Move on bukan asal bergerak atau yang penting pindah tempat. Kalau asal bergerak, kita mirip ayam yang baru saja disembelih ketika menunggu ajalnya datang. Klepek-klepek meregang nyawa, bergerak tak tentu arah ke sana-ke mari. Selain menguras energi, tak jelas juga apa yang dicari. Rugi. Makanya, biar Move On tak menyimpang dan benar-benar setelah move kita On, mesti memakai panduan. Panduan yang tokcer dan terbukti bikin On dunia akherat hanyalah Alquran.
Coba kita tengok, Alquran maupun hadis mengatur hidup manusia dari tidur sampai masalah dapur. Dari masalah ibadah sampai urusan pemerintah. Mulai dari kita bayi sampai urusan mati. Semua diatur Islam secara syamilan wa kamilan (lengkap dan menyeluruh). Allah swt berfirman:
“ … Pada hari ini telah Aku sempurnakan untukmu agamamu, dan telah Aku cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Aku ridai Islam sebagai agama bagimu …” (Al-Maa’idah: 3)
Ayat di atas menegaskan, Islam bukan hanya agama ritual, tapi Islam sebagai way of life alias jalan hidup seorang muslim sehingga Islam tidak mengenal istilah sekularisme, pemisahan aturan agama (Islam) untuk mengatur kehidupan. Nah, sebelum Move On, kita mesti mengenal Islam lebih dalam. Biar bisa keluar dari masalah tanpa meninggalkan masalah baru.
Sialnya, sekarang banyak umat Islam yang memosisikan Islam di pojokan masjid menemani sapu ijuk, bacaan Quran keluar hanya untuk mendoakan orang mati, hafalan surat hanya dibawa ketika pergi naik haji. Itulah yang terjadi jika umat menyamakan Islam dengan agama lain yang hanya mengatur masalah ibadah.
Oleh karena itu, sudah saatnya umat Islam menyadari kesalahan ini dengan menjadikan Islam sebagai ideologi (way of life) karena umat Islam dulu pernah berjaya, sejahtera, mulia ketika menjadikan Islam sebagai ideologi. Membaca sejarah Islam yang jujur pasti akan menemukan bahwa Islam pernah menaungi dunia selama berabab-abad.
Sejarawan Barat seperti Carleton S pernah mengakui: “Peradaban Islam sanggup menciptakan sebuah negara adidaya kontinental yang terbentang dari satu samudera ke samudera yang lain, dari iklim utara hingga tropik dan gurun dengan ratusan juta orang tinggal di dalamnya, dengan perbedaan kepercayaan dan asal suku”.
Nah, sekarang jelas kan panduan Move On yang terbukti tokcer alias ampuh. Hanya syariah Islam yang bisa membuat Move On pribadi muslim, masyarat Islam, dan negara. Benar-benar Move dari kondisi jahilyah menuju On di bawah naungan khilafah.
From Jahiliyah to Khilafah
Kehidupan Rasulullah saw. di Mekkah dikelilingi budaya jahiliyah (kebodohan). Sebuah kultur masyarakat yang menunjukkan rendahnya taraf berpikir masyarakat Mekkah. Dalam hal agama, mereka menyembah berhala. Patung buatan manusia dianggap mempunyai kekuatan, padahal kenyataannya lemah tak berdaya. Mereka juga menganggap kelahiran bayi perempuan sebagai musibah, sehingga harus dibunuh. Padahal, tanpa kehadiran seorang wanita, manusia tak akan pernah ada di dunia. Kondisi ini yang hendak diubah dengan hadirnya agama Islam melalui perantaraan Muhammad saw.
Rasulullah tak berdiam diri dengan kondisi masyarakat Mekkah yang musyrik. Setelah 13 tahun berdakwah di kota kelahirannya, ternyata hasilnya tak memuaskan. Masyarakat Mekkah masih banyak menyembah berhala dan memusuhi Rasul dan para sahabat. Akhirnya, dengan bimbingan Allah, Rasul Move On ke Madinah untuk menyiapkan masyarakat yang rela menerima Islam secara kaffah.
Walhasil, peristiwa hijrah Rasul dari Mekkah ke Madinah berakhir dengan berdirinya negara Islam di Madinah yang menerapkan aturan Islam secara menyeluruh untuk mengatur urusan rakyatnya.
Move On Rasulullah ke Madinah menjadi pijakan kebangkitan Islam dari masyarakat jahiliyah menuju kehidupan penuh berkah. Inilah yang patut kita teladani dalam aktivitas dakwah. Sebagaimana diperintahkan Allah:
“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu..” (QS al-Ahzab: 21)
Mari kita ikut mengambil bagian menjadi pejuang Islam yang turut mengawal Move On umat from Jahiliyah to Khilafah. Kalau kita istikomah di jalan dakwah, bukan hanya umat yang Move On tapi kita juga ikut terbawa karena dakwah membuat kita dekat dengan Allah. Sampai jumpa di garda terdepan pejuang syariah dan khilafah. Allahu Akbar! (dikutif dari drise-online) ***
No comments:
Post a Comment