Pagi-pagi sekali Pak Gustanto telah siap dengan seragam
polisinya yang rapi, tas laptop serta berkas-berkas yang harus dibawanya ke
kantor.
DIA adalah seorang polisi. Dia telah menjadi polisi selama
hampir tiga tahun dan dijuluki sebagai "Poldil" yaitu Polisi Adil.
Ini karena sikapnya yang sangat adil terhadap tindakan hukum di negaranya,
tentu saja negara Indonesia.
Sekarang ia sedang duduk di atas kursi meja makan, tepatnya sedang sarapan bersama istri dan putri kecilnya Abel. Abel adalah putri pertama Pak Gustanto dan Ibu Tessy, umurnya baru tahun tahun jalan. Sejak lahir Abel mengidap penyakit pada ginjalnya, jadi maklum kalau dia sangat disayangi oleh kedua orang tuanya.
Waktu menunjukkan pukul 08.10. Ini saatnya Pak Gustanto harus kembali ke lapangan untuk mengerjakan tugasnya sebagai polisi. Kebetulan hari ini ada kegiatan merazia sepeda motor di jalan dekat kantornya.
"Ayah berangkat dulu ya," ucap Pak Gustanto sembari mencium kening Abel.
Abel hanya mengangguk karena memang Abel belum bisa bicara, baru bisa mengucap satu dua kata saja.
"Iya Mas," jawab istrinya, kemudian menghampiri Pak Gustanto. "Hati-hati ya Mas," ucap istrinya sembari mencium tangan suaminya.
Pak Gustanto pun segera beranjak keluar. Ia menghidupkan motor kebanggaannya yang selalu menemaninya ke mana pun ia pergi. Ia segera berlalu, meninggalkan istri dan buah hatinya. Tentu saja itu bukan keinginannya, namun karena Pak Gustanto sebagai kepala rumah tangga, jadi terpaksa ia harus menjalaninya.
Saat Pak Gustanto tengah asyik melaksanakan tugasnya, tiba-tiba saja ia melihat istrinya mengendarai motor dengan kecepatan tinggi. Tentu saja Pak Gustanto kaget melihat istrinya mengendarai motor secepat itu. Pak Gustanto pun segera mengejar istrinya, saat motor istrinya berhasil disalip oleh motor Pak Gustanto. Istrinya pun berhenti.
"Mas aku mohon jangan tilang aku!" ucapnya gemetar, wajahnya memucat seperti orang panik.
"Maaf, ini sudah menjadi ketentuan dari atasan Mas bahkan dari UU-nya. Kamu harus mengerti ya!" kata Pak Gustanto dengan suara pelan.
"Mas dong yang harus mengerti, bukan aku!" jawab istrinya dengan suara agak tinggi.
"Aku sedang buru-buru Mas," lanjutnya.
"Mas tahu kamu sedang terburu-buru, makanya kamu mengendarai motor secepat itu, tapi ini bukan sebuah alasan!"
"Aku mau ke apotik Mas. Mau membeli obat untuk Abel, sekarang dia sedang kesakitan di rumah karena ginjalnya kambuh," ucap istrinya sembari menundukkan kepalanya.
Pak Gustanto tertegun kaget hingga ia tidak bisa bicara apa-apa.
"Mas aku mohon jangan tilang aku ya. Abel sedang membutuhkan obat itu sekarang!" istrinya memohon.
Pak Gustanto sangat bingung, entah apa yang harus dilakukannya. Membiarkan istrinya tanpa ditilangnya meskipun istrinya bersalah. Atau akan menilangnya meskipun dia tahu anaknya membutuhkan obat yang akan dibeli istrinya, kalau ia melakukan itu secara tidak langsung dia akan merenggut nyawa anaknya.
"Maaf kamu tetap harus Mas tilang. Kamu tidak hanya mengendarai motor dengan kecepatan tinggi namun kamu juga tidak mengenakan helm," ucap Pak Gustanto meskipun berat untuk mengucapkannya
"Kalau itu yang Mas inginkan, baiklah…!" jawab istrinya pasrah kemudian ia turun dari motornya dan segera berlari sambil menangis meninggalkan motor dan suaminya.
Saat malam tiba, barulah Pak Gustanto kembali ke rumah. Pak Gustanto mengetuk-ngetuk pintu rumahnya, namun pintu tidak dibuka juga. Memang rumahnya kelihatan begitu sepi. Sudah hampir setengah jam Pak Gustanto menunggu pintu terbuka, akhirnya datang tetangganya memberitahu Pak Gustanto bahwa istri dan anaknya sedang di rumah sakit. Pak Gustanto sangat kaget. Pasti yang sedang sakit bukan istrinya melainkan anaknya. Pak Gustanto pun segera menuju rumah sakit dekat rumahnya.
Ia terus berjalan menelusuri koridor rumah sakit. Setelah melewati beberapa belokan, akhirnya ia bertemu juga dengan istrinya. Namun saat Pak Gustanto menghampirinya, istrinya menolak bahkan menyuruh suaminya menjauh dan pergi meninggalkan dirinya dan Abel yang tengah terbaring lemah.
Pak Gustanto pun akhirnya pergi, meskipun sangat berat. Dia sadar kalau istrinya marah dan kecewa pasti karena dirinya, karena kejadian tadi siang yang membuat anaknya masuk kembali ke lingkungan yang dibencinya.
Sudah tiga hari Abel dirawat di rumah sakit. Pak Gustanto tidak pernah menengok anaknya di rumah sakit, karena istrinya selalu melarangnya hingga saatnya sekarang Abel pulang ke rumah.
"Ckllliiiikkk…!" suara pintu terbuka.
Bu Tessy istri Pak Gustanto tertegun kaget, matanya membelalak ketika ia melihat seribu bunga berbentuk hati di ruang tengah rumahnya. Di tengahnya terdapat boneka beruang besar berwarna pink. Tidak lupa taburan beberapa batang coklat di lantai, ada pula ucapan selamat datang untuk Abel dan dirinya, disertakan dengan ucapan maaf yang besar nan indah untuk istrinya. Tentu saja itu Pak Gustanto yang melakukan.
"Maafkan Mas, Mas telah berlaku tidak adil terhadapmu dan juga Abel," Pak Gustanto menghampiri istrinya yang masih terdiam. "Maafkan Mas juga, kemarin Mas telah menilangmu," lanjutnya.
Bu Tessy hanya mengangguk pertanda ia memaafkannya.
"Tapi kamu tenang saja, mulai sekarang Mas tidak akan menilangmu lagi dan juga tidak akan menilang orang lain…!"
"Maksud Mas?" tanya istrinya heran.
"Mas tidak lagi menjadi polisi. Mas telah mengundurkan diri …!"
"Kenapa?"
"Mas tidak mau dijuluki suami yang tidak adil terhadap keluarganya. Mas menyayangi kamu dan juga Abel…."
Perlahan air mata Bu Tessy menetes, terharu mendengar ucapan Pak Gustanto.
"Ayah, Abey cayang ayah…" ucap Abel dengan suara polosnya yang cadel.
"Iya sayang, ayah juga…" kemudian Pak Gustanto menghampiri Abel dan memeluknya. Begitupun dengan istrinya. ***
No comments:
Post a Comment