Janji Terakhir


KRING.... kring.. kring…..!! Suara alarm membangunkanku, sehari lagi kujalani hari tanpa sosok ibunda, namun aku tak sendiri. Ada seorang lelaki yang selalu menemani hari-hariku. Ya.. dialah sosok yang mengisi setengah relung hatiku.


Namaku Dinar Sagita Putri. Aku baru duduk di bangku SMA beberapa bulan yang lalu, alhamdulilah aku diterima di sekolah favorit atas dorongan kakak-kakakku yang juga alumni sekolah itu. Senangnya hati ini bisa melanjutkan sekolah, walaupun terkadang aku mengeluh karena mikirin biaya, tapi..aku jalani semua ini dengan suka cita.

Tet... tet... tet……!

Handphoneku bergetar memecahkan lamunanku."Pasti SMS dari dia," pikirku. Lalu aku pun membuka SMS itu, dan isinya: "Pagi Dinar,  udah siap berangkat? Aku tunggu di tempat biasa ya..."

Setelah kubaca SMS itu, aku pun buru-buru berangkat. Pagi ini aku akan dianterin sekolah sama Aidin, nama lengkapnya Aidin Okta Rahadian, dialah sosok lelaki yang selama ini selalu menemaniku, walaupun kini aku berbeda sekolah dengannya karena dia lebih memilih ke SMK tapi aku masih bisa dianterin sekolah sama Aidin karena dia sekolahnya siang.

"Gimana berangkat sekarang?" tanya Aidin memulai pembicaraan.

"Ya ialahh, cepet ah siang nih..!" jawabku sambil tergesa-gesa takut kesiangan.

"Ok..ok.. ayo naik, pegangan ya..." Aidin segera menancap gas dan kami pun berangkat.

***

Hari-hariku selalu bersamanya. Banyak kenangan yang telah kami ukir bersama. Pada suatu hari, ada konflik yang cukup besar di antara aku dan Aidin, dan terjadilah pertengkaran di antara kami berdua.
"Kenapa sih kamu tiba-tiba berubah drastis kayak gini, kenapa..?" tanyaku marah-marah.

"Hey, kamu yang kenapa, kamu ke mana aja dari dulu..?" jawab Aidin dengan nada tinggi.

"Ay, kamu kan tahu sendiri kalau aku sibuk sekolah, kamu ngerti gak sih..?"

"Iya aku ngerti,  tapi kan….?"

"Tapi apa..? Kamu mau ngelak apa lagi..? Udahlah aku bosen bertengkar sama kamu, kamu gak pernah berubah, cuma bisanya selingkuh doang! Aku muak sama kamu. Kita putuss..!!"

Aku langsung pergi meninggalkan Aidin. Air mataku perlahan berjatuhan. Sesampainya di rumah,  aku langsung pergi ke kamar, semua foto dan catatan aku tentangnya langsung kubereskan. Kusimpan semua kenangan itu agar aku tak ingat dia lagi," Aku harus belajar melupakannya…" tekadku dalam hati.

Semenjak saat itu, aku tak pernah menemui Aidin lagi, walau setiap hari dia selalu datang ke rumahku untuk minta maaf, tapi aku gak pernah bukakan pintu untuknya. Aku harus coba melupakan dia, walaupun aku tahu itu takkan mudah. Dua tahun bukanlah waktu yang singkat, aku pun terlanjur mencintainya, tapi aku harus jauhi dia.

Sebulan kemudian,  saat aku bermain ke rumah sahabatku, aku berjumpa dengan Aidin, dia menatapku. Aku tak berdaya oleh tatapannya, tatapan yang penuh harapan, tapi aku tak sanggup menatapnya kembali. Aku tertunduk, aku takut hal seperti dulu terulang lagi. "Jangan jatuh cinta lagi."

Tapi.... aku pun tak kuasa saat dia mendekatiku. Hatiku berdegup kencang, dan seperti biasa dia minta maaf padaku, entah apa yang ada di pikiranku saat itu, hingga aku dapat memaafkannya dan menerimanya kembali.

"Din, kamu balikan lagi sama Aidin? Iihh bodoh banget sih kamu? Mau aja dimainin sama dia," seru Diani, sahabatku.

"Tapi Ni, aku juga gak tahu kenapa, mungkin karena aku terlalu mencintainya. Aku gak mau kehilangan dia, Ni…!"

"Pelet apa sih yang dia pake…? Sampe kamu nempel banget sama dia. Jangan-jangan dia maen dukun lagi! Uppst…..keceplosan!"

"Ni, kamu kok gitu sih ngomongnya, bukan nasehatin aku, aku gak nyangka sama pikiran kamu, kok bisa sepicik itu," aku pun pergi meninggalkan Diani dengan hati sedih.

Suatu hari, bertepatan dengan hari ulang tahunku, aku jalan-jalan sama Aidin. Kami pake baju yang sama biar keliatan lebih romantis kata anak-anak zaman sekarang mah. Hehehe…

Di tengah perjalanan, tiba-tiba Aidin memegang kedua tanganku. Aku kaget bercampur gemetar. Dia berdiri tegak tepat di hadapanku.

"Dinar, maafin aku ya… Aku janji gakkan sakiti kamu lagi, kamu yang terbaik buat aku..."

Aku hanya bisa menunduk, bibirku bisu tak bisa berkata apa-apa.

“Dinar, kamu kenapa..? Kamu dengar gak apa yang aku omongin barusan..?” Aidin mengusap pipiku, lembut.

"Iya.....aku udah maafin kamu kok. Udah jangan sedih kayak gitu ahh..." jawabku sambil menatap matanya yang berkaca-kaca.

"Eh Din, aku punya tantangan buat kamu. Kalau kamu bisa melewati tantangan itu, aku janji deh bakalan mencintaimu see….lamanya."

"Waahh, tantangan apa tuh..? Berat gak, aku mau donk..!" tanyaku penasaran sambil menarik-narik tangannya.

"Tantangannya mudah kok, aku mau nguji kesabaran kamu. Mulai hari ini sampai besok, kamu gak boleh sms atau telepon aku, berani gak..?" tanya Aidin menantang.

"Ahh, itu sih keciiilll, gampang.. aku terima kok tantangannya."

Tanpa kuketahui, ternyata Aidin terkena penyakit yang amat ganas. Dia divonis menderita kanker stadium akhir, dan menurut dokter waktunya takkan lama lagi.

"Dinar, maafin aku...." desis Aidin dalam hati.

Aku berhasil. Selama 24 jam aku tidak smsan atau teleponan sama Aidin. Keesokan harinya aku  datang ke rumah Aidin untuk menagih janjinya. Sesampainya di depan rumah Aidin, aku tersentak kaget. Kok banyak orang di rumahnya? Terdengar suara tangisan dari dalam rumah. Aku pun langsung menerobos ke dalam rumah. Air mataku tiba-tiba menetes melihat Aidin sudah terbaring tak bernyawa di tengah rumahnya. Di sampingnya ada secarik kertas yang isinya..." Kamu berhasil sayang…. bisakah kamu lakukan itu setiap hari… I love you forever.... Aidin Okta Rahadian.

Setelah kubaca surat itu, aku terdiam dan tubuhku terasa begitu lemah. Aku tersungkur jatuh ke lantai. Aku menangis histeris. Aku merangkul jasad Aidin, aku mencoba membangunkannya. Aku terus membangunkan Aidin dan berkata bahwa aku sangat mencintanya, tapi semua sia-sia. Lalu aku pun ditarik oleh orang-orang di sekelilingku. Mereka mencoba menenangkanku. Aku pun terdiam dan menangis tak henti-henti.

Aidin telah pergi untuk selamanya. Dia pergi setelah dia berjanji tak akan sakiti  aku lagi. Dia pergi pas sehari setelah hari ulang tahunku. Dia pergi setelah dia menepati janji terakhirnya untuk mencintaiku selamanya.

"Ya Allah… jika Engkau tak mempersatukan kami di dunia ini, maka pertemukanlah kami di akhirat kelak sebagai satu pasangan yang hidup abadi. Amin Ya Allah Ya Robbal ‘alamiinn.."

"Terima kasih Aidin, kamu telah menjadi kado terindah dalam hidupku. Kado terindah saat ulang tahunku, dan selamanya……" ***

No comments:

Post a Comment

Artikel Populer